Senin, 07 Juni 2010

Gagalkan Dana Aspirasi DPR

Ditengah ekonomi rakyat yang tak menentu, kemiskinan yang terus menjadi santapan sehari –hari, para wakil rakyat di gedung DPR sibuk mengupayakan dapat menggolkan usulan pemenuhan anggaran untuk 560 anggota dewan terhormat.

WAKIL rakyat di DPR membuat sensasi baru. Ada upaya menggolkan usulan pemenuhan anggaran Rp 8,4 triliun untuk 560 anggotanya per tahun. Jika usulan ini terwujud berarti tiap anggota DPR akan mendapatkan jatah Rp 15 miliar setahun. Duit yang disebut-sebut sebagai dana aspirasi tersebut konon ditujukan untuk mengongkosi derap intensif pembangunan daerah dan mendongkrak mutu kinerja wakil rakyat ini di daerah pemilihan masing-masing.

Sensasi tersebut otomatis memancing perbincangan tidak sedap di tengah masyarakat. Respons masyarakat bermacam-macam. Namun, kebanyakan warga masyarakat menyuarakan kritik tajam. Sasarannya jelas diarahkan kepada sosok wakil rakyat yang terhormat itu. Mereka dinilai tak habis-habisnya membuat sensasi murahan dan berperilaku tidak simpatik jauh dari rasa empatinya pada rakyat yang diwakili. Sebelum usulan dana aspirasi bergulir, setidaknya sempat ada usulan pembangunan gedung baru dan usulan renovasi rumah dinas wakil rakyat. Dana yang diperlukan sungguh fantastis di mata rakyat banyak. Masyarakat sempat mengecap usulan semacam itu sebagai sensasi politik anggota DPR.

Namun, upaya menggolkan dana aspirasi tadi memang pantas memancing reaksi keras. Wakil rakyat ini terkesan tak lagi menyadari fungsi dan tugasnya. Wilayah kewenangan DPR jelas berada di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sementara dana aspirasi yang disebut-sebut akan dipakai untuk membiayai pembangunan di daerah jelas merupakan urusan lembaga eksekutif atau pemerintah. Sebagai lembaga legislatif tentu DPR tidak berwenang mengeksekusi fungsi dan tugas pemerintah daerah. Apalagi jika hal itu dilakukan dengan dukungan anggaran yang disetujuinya sendiri.

Dana pembangunan jelas bersumber dari kantong negara. Sumber anggaran ini bermacam-macam. Selain pajak, ada pula pinjaman luar negeri. Urusan utang luar negeri khususnya tak jarang disebut-sebut sebagai masalah yang entah kapan akan selesai dilunasi negara kita. Namun, inilah pilihan yang mau tak mau diambil pemerintah.

Sementara sumber pendapatan negara dari pajak ternyata tetap menyisakan masalah pula. Korupsi yang melibatkan oknum pegawai pajak bukan lagi rumors semata. Padahal, inilah salah satu sumber biaya pembangunan yang diharapkan dapat membantu menekan jumlah pinjaman luar negeri kita.

Pajak maupun pinjaman luar negeri itu merupakan dua sumber negara untuk membiayai pembangunan. Pajak terus digenjot pemerintah untuk mendongkrak pundi negara. Pinjaman luar negeri pun masih tetap menjadi andalan. Pemerintah selalu menekankan, roda pembangunan tidak bisa berputar normal jika dua sumber ini tidak mengganjal anggaran pembangunan tadi.

Pembangunan berorientasi kepentingan rakyat tentu menjadi prioritas utama. Ini bukan hanya diarahkan untuk memperbaiki taraf hidup rakyat perkotaan, juga derajat hidup rakyat perdesaan.

Tugas tersebut tentu berada di pundak pemerintah pusat maupun daerah sebagai lembaga eksekutif. Tetapi, wakil rakyat terkesan tidak mau ambil peduli pada urusan pengelolaan dana pembangunan yang sejatinya menjadi kewenangan lembaga eksekutif tersebut. Desakan untuk menggolkan usulan dana aspirasi jelas mencerminkan sikap ketidakpedulian mereka itu.

Tekanan masyarakat untuk menggagalkan proses perjuangan sementara wakil rakyat yang getol hendak menggolkan terwujudnya usulan dana aspirasi jangan pernah berhenti. Langkah ini merupakan respons kritis rakyat sebagai pemilik asli amanat rakyat dan sekaligus pemberi mandat terhadap para wakilnya, untuk menggagalkan usulan yang digadang-gadang wakil rakyat di DPR itu. Ini juga untuk mencegah para anggota DPR berindak lancang dalam menjalankan amanat pemilik dan pemberi mandatnya.

Tidak ada komentar: